Pupuk Anorganik Untuk Tanaman Jagung
Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat
oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik
berkadar hara tinggi. Misalnya urea berkadar N 45-46% (setiap 100 kg
urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen) (Lingga dan Marsono, 2000).
Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat
dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah
pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara misalnya pupuk N, pupuk P,
pupuk K dan sebagainya. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung
lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan
sebagainya (Hardjowigeno, 2004).
Ada beberapa keuntungan dari pupuk
anorganik, yaitu (1) Pemberiannya dapat terukur dengan tepat, (2)
Kebutuhan tanaman akan hara dpat dipenuhi dengan perbandingan yang
tepat, (3) Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup, dan (4) Pupuk
anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibandingkan
dengan pupuk organik. Pupuk anorganik mempunyai kelemahan, yaitu
selain hanya mempunyai unsur makro, pupuk anorganik ini sangat sedikit
ataupun hampir tidak mengandung unsur hara mikro (Lingga dan Marsono,
2000).
Nitrogen (N)
Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2)
di atmosfer, yang takarannya mencapai 78% volume, dan sumber lainnya
senyawa-senyawa yang tersimpan dalam tubuh jasad. Nitrogen sangat
jarang ditemui karena sifatnya yang mudah larut dalam air (Poerwowidodo,
1992).
Nitrogen diserap oleh tanaman sebagai NO3- dan NH4+
kemudian dimasukkan ke dalam semua gas amino dan Protein (Indrana,
1994). Ada juga bentuk pokok nitrogen dalam tanah mineral, yaitu
nitrogen organik, bergabung dengan humus tanah ; nitrogen amonium dapat
diikat oleh mineral lempung tertentu, dan amonium anorganik dapat larut
dan senyawa nitrat (Buckman dan Brady, 1992).
Nitrogen yang tersedia tidak dapat
langsung digunakan, tetapi harus mengalami berbagai proses terlebih
dahulu. Pada tanah yang immobilitasnya rendah nitrogen yang ditambahkan
akan bereaksi dengan pH tanah yang mempengaruhi proses nitrogen.
Begitu pula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini
ketersediaan nitrogen tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya
lebih menyukai senyawa dalam bentuk ion amonium daripada ion nitrat
(Jumin, 1992).
Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman
jagung adalah merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya
batang, cabang dan daun. Selain itu, nitrogen pun berperan penting
dalam pembentukan zat hijau daun yang sangat berguna dalam proses
fotosintesis (Lingga dan Marsono, 2000).
Kekahatan atau defisiensi nitrogen
menyebabkan proses pembelahan sel terhambat dan akibatnya menyusutkan
pertumbuhan. Selain itu, kekahatan senyawa protein menyebabkan kenaikan
nisbah C/N, dan kelebihan karbohidrat ini akan meningkatkan kandungan
selulosa dan lignin. Ini menyebabkan tanaman jagung yang kahat akan
nitrogen tampak kecil, kering, tidak sekulen, dan sudut daun terhadap
batang sangat runcing (Poerwowidodo, 1992).
Salah satu bentuk pupuk N yang banyak digunakan adalah urea (CO(NH2)2).
Urea dibuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua
zat ini malahirkan pupuk urea dengan kandungan N sebanyak 46% (Lingga
dan Marsono, 2002).
Urea termasuk pupuk yang higroskopis
(mudah menarik uap air). Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu
menarik uap air dan udara. Oleh karena itu urea mudah larut dan mudah
diserap oleh tanaman (Lingga dan Marsono, 2002).
Urea dapat membuat tanaman hangus,
terutama yang memiliki daun yang amat peka. Untuk itu, semprotkan urea
dengan bentuk tetesan yang besar. Berdasarkan bentuk fisiknya maka urea
dibagi menjadi dua jenis, yaitu urea prill dan urea non prill (Lingga
dan Marsono, 2002).
Phosphor (P)
Paling sedikit ada empat sumber pokok
fosfor untuk memenuhi kebutuhan akan unsur ini, yaitu pupuk buatan,
pupuk kandang, sisa-sisa tanaman termasuk pupuk hijau, dan senyawa asli
unsur ini yang organik dan anorganik, yang terdapat dalam tanah (Buckman
dan Brady, 1992).
Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat primer, H2PO4. menyusul kemudian dalam HPO42-.
Species ion yang merajai tergantung dari PH sistem tanah-pupuk-tanaman,
yang mempunyai ketersediaan tinggi pada pH 5,5-7. kepekatan H2PO4
yang tinggi dalam larutan tanah memungkinkan tanaman mengangkutnya
dalam takaran besar karena perakaran tanaman diperkirakan mempunyai 10
kali penyerapan tanaman untuk H2PO4 dibanding untuk HPO42- (Poerwowidodo, 1992).
Bentuk P yang lain yang dapat diserap
tanaman adalah pirofosfat dan metafosfat. Kedua bentuk ini misalnya
terdapat dalam bentuk pupuk P dan K metafosfat. Tanaman juga menyerap P
dalam bentuk fosfat organik, yaitu asam nukleat dan phytin. Kedua bentuk
senyawa ini terbentuk melalui proses degradasi dan dekomposisi bahan
organik yang langsung dapat diserap oleh tanaman (Hakim, dkk.,1986).
Ketersediaan phospor di dalam tanah
ditentukan oleh banyak faktor, tetapi yang paling penting adalah pH
tanah. Pada tanah ber-pH rendah (masam), phospor akan bereaksi dengan
ion besi (Fe) dan aluminium (Al). reaksi ini akan membentuk besi fosfat
atau aluminium fosfat yang sukar larut di dalam air sehingga tidak
dapat digunakan oleh tanaman. Pada tanah ber-pH tinggi (basa), phospor
akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk kalsium fosfat
yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Dengan
demikian, tanpa memperhatikan pH tanah, pemupukan phospor tidak akan
berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman (Novizan, 2002).
Menurut Buckman dan Brady (1992), bahwa
fosfor dapat berpengaruh menguntungkan pada pembelahan sel dan
pembentukan lemak serta albumin, pembungaan dan pembuahan, termasuk
proses pembentukan biji, perkembangan akar, khususnya akar lateral dan
akar halus berserabut, kekuatan batang, dan kekebalan tanaman terhadap
penyakit tertentu.
Gejala kekurangan P pada tanaman jagung
dapat menjadikan pertumbuhan terhambat (kerdil), daun-daun/malai menjadi
ungu atau coklat mulai dari ujung daun, dan juga pada jagung akan
menyebabkan tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil
(Hardjowigeno, 1993)
Kalium (K)
Menurut Buckman dan Brady (1992),
berbagai bentuk kalium dalam tanah digolongkan atas dasar
ketersediaannya menjadi 3 golongan besar yaitu bentuk relatif tidak
tersedia, mudah tersedia, dan lambat tersedia. Senyawa yang mengandung
sebagian besar bentuk kalium ini adalah feldspat dan mika, lebih lanjut
dijelaskan oleh Mulyani (1999), bahwa sumber-sumber kalium adalah
beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi
serta larutan dalam tanah, dan pupuk buatan.
Unsur ini diserap tanaman dalam bentuk ion K+
dan dapat dijumpai di dalam tanah dalam jumlah yang bervariasi, namun
jumlahnya dalam keadaan tersedia bagi tanaman biasanya kecil. Kalium
ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk garam-garam mudah larut seperti
KC1, K2SO4, KNO3, dan K-Mg-SO4.
Mekanisme penyerapan K mencakup aliran massa, konveksi, difusi, dan
serapan langsung dari permukaan zarah tanah (Poerwowidodo, 1992).
Di dalam tanah, ion K bersifat sangat
dinamis dan juga mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH
yang rendah. Sekitar 1-10% terjebak dalam koloid tanah karena kaliumnya
bermuatan positif. Bagi tanaman, ketersediaan kalium pada posisi ini
agak lambat. Kandungan kalium sangat tergantung dari jenis mineral
pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat. Persediaan kalium di dalam
tanah dapat berkurang oleh tiga hal, yaitu pengambilan kalium oleh
tanaman, pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah (Novizan, 2002).
Menurut Hakim, dkk (1986), bahwa peranan
kalium secara fisiologis adalah metabolisme karbohidrat, yakni
pembentukan pemecahan, dan translokasi pati, metabolisme nitrogen dan
sintesis protein, mengawasi dan mengatur kegiatan berbagai unsur
mineral, netralisasi asam-asam organik penting secara fisiologis,
mengaktifkan berbagai enzim, mempercepat proses pertumbuhan jaringan
meristematik, mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan
dengan air.
Defisiensi kalium agak sulit diketahui
gejalanya, karena gejala ini jarang ditampakkan ketika tanaman masih
muda (Mulyani, 1999). Pada tanaman jagung, gejalanya daun terlihakaput
lebih tua, muncul warna kuning pada pinggir dan di ujung daun yang
akhirnya mengering dan rontok. Daun mengerut (Keriting) dimulai dari
daun tua. Pada buah, ukuran tongkol menjadi lebih kecil, warna buah
tidak merata dan biji buah menjadi kisut (Novizan, 2002)
Sumber http://wahyuaskari.wordpress.com/akademik/pupuk-anorganik/
Tidak ada komentar :
Posting Komentar