Oleh : Dr. Ir. Ririen Prihandarini MS
Pendahuluan
Memasuki abad ke-21 banyak
keluhan-keluhan masyarakat utamanya masyarakat menengah ke atas tentang
berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah,
pengapuran, dan lain-lain, yang disebabkan pola makan. Banyak sekali
bahan makanan yang diolah dengan berbagai tambahan bahan kimia.
Disamping itu budaya petani yang menggunakan pestisida kimia dengan
frekuensi dan dosis berlebih akan menghasilkan pangan yang meracuni
tubuh konsumen. Adanya logam-logam berat yang terkandung di dalam
pestisida kimia akan masuk ke dalam aliran darah. Bahkan makan sayur
yang dulu selalu dianggap menyehatkan, kini juga harus diwaspadai karena
sayuran banyak disemprot pestisida kimia berlebih.
Pada
saat ini satu dari empat orang Amerika mengkonsumsi produk organik. Di
negara itu, laju pertumbuhan produk organik sangat luar biasa, yakni
lebih dari 20 % setiap tahunnya dalam sepuluh tahun terakhir ini, dan
hal tersebut membuat pertanian organik tumbuh sangat cepat dalam mengisi
sektor ekonomi (Wood, Chaves dan Comis, 2002).
Dalam
era globalisasi, pasar sayuran organik sangat terbuka dan saat ini
Australia telah mengambil peluang ini dengan mengekspor sayuran organik
ke pasar Amerika, beberapa negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan
Perancis, Jepang, juga ke beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia
dan Singpura (McCoy, 2001). Keadaan ini juga dicermti negara Asia
seperti Thailand yang sejak tahun 1995 telah mengeluarkan standarisasi
dan sertifikasi tentang produk organik (ACT, 2001).Peluang Indonesia
menjadi produsen pangan organik dunia, cukup besar. Disamping memiliki
20% lahan pertanian tropic, plasma nutfah yang sangat beragam,
ketersediaan bahan organik juga cukup banyak. Namun menurut IFOAM
(International Federation of Organic Agricultural Movement) Indonesia
baru memanfaatkan 40.000 ha (0.09%) lahan pertaniannya untuk pertanian
organik, sehingga masih diperlukan berbagai program yang saling sinergis
untuk menghantarkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen
organik terkemukaIndonesia yang beriklim tropis, merupakan modal SDA
yang luar biasa dimana aneka sayuran, buah dan tanaman pangan hingga
aneka bunga dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Survey BPS (2000)
menunjukkan produksi sayuran di Indonesia, diantaranya bawang merah,
kubis, sawi, wortel dan kentang berturut-turut 772.818, 1.336.410,
484.615, 326.693 dan 977.349 ton pada total area seluas 291.192 Ha.
Selanjutnya survey yang dilakukan oleh Direktorat Tanaman Sayuran, Hias
dan Aneka Tanaman menunjukkan bahwa kebutuhan berbagai sayuran di 8
pasar swalayan di Jakarta sekitar 766 ton per bulan, dimana sekitar 5 %
adalah sayuran impor (Rizky, 2002).Sistem Pertanian OrganikSejak tahun
1990, isu pertanian organik mulai berhembus keras di dunia. Sejak saat
itu mulai bermunculan berbagai organisasi dan perusahaan yang
memproduksi produk organik. Di Indonesia dideklarasikan Masyarakat
Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) pada tgl 1 Februari 2000 di
Malang. Di Indonesia telah beredar produk pertanian organik dari
produksi lokal seperti beras organik, kopi organik, teh organik dan
beberapa produk lainnya. Demikian juga ada produk sayuran bebas
pestisida seperti yang diproduksi oleh Kebun Percobaan Cangar FP Unibraw
Malang. Walaupun demikian, produk organik yang beredar di pasar
Indonesia sangat terbatas baik jumlah maupun ragamnya. Pertanian organik
dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang
menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik
untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan
kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu kendala yang
cukup berat bagi petani, selain mengubah budaya yang sudah berkembang
35 tahun terakhir ini pertanian organik membuat produksi menurun jika
perlakuannya kurang tepat. Di sisi lain, petani telah terbiasa
mengandalkan pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl dll) dan pestisida sintetik
sebagai budaya bertani sejak 35 tahun terakhir ini. Apalagi penggunaan
pestisida, fungisida pada petani sudah merupakan hal yang sangat akrab
dengan petani kita. Itulah yang digunakan untuk mengendalikan serangan
sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai hama tanaman dan
sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab penyakit
dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik
untuk mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya mudah,
efektif dalam mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Bahkan
selama enam dekade ini, pestisida telah dianggap sebagai penyelamat
produksi tanaman selain kemajuan dalam bidang pemuliaan tanaman.
Pestisida yang beredar di pasaran Indonesia umumnya adalah pestisida sintetik. Sistem Pertanian Organik adalah
sistem produksi holistic dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan
produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan
pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Deptan
2002).Sebenarnya, petani kita di masa lampau sudah menerapkan sistem
pertanian organik dengan cara melakukan daur ulang limbah organik sisa
hasil panen sebagai pupuk. Namun dengan diterapkannya kebijakan sistem
pertanian kimiawa yang berkembang pesat sejak dicanangkannya kebijakan
sistem pertanian kimiawi yang berkembang yang berkembang pesat sejak
dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahu 1970-an, yang lebih
mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimiawi, walaupun untuk
sementara waktu dapat meningkatkan produksi pertanian, pada kenyataannya
dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah, yang akhirnya bermuara kepada semakin luasnya lahan
kritis dan marginal di Indonesia.Sistem pertanian organik sebenarnya
sudah sejak lama diterap kan di beberapa negara seperti Jepang, Taiwan,
Korea Selatan dan Amerika Serikat (Koshino, 1993).
Pengembangan
pertanian organik di beberapa negara tersebut mengalami kemajuan yang
pesat disebabkan oleh kenyataan bahwa hasil pertanian terutama sayur dan
buah segar yang ditanam dengan pertanian sistem organik (organic
farming system) mempunyai rasa, warna, aroma dan tekstur yang lebih baik
daripada yang menggunakan pertanian anorganik (Park 1993 dalam
Prihandarini, 1997).Selama ini limbah organik yang berupa sisa tanaman
(jerami, tebon, dan sisa hasil panen lainnya) tidak dikembalikan lagi ke
lahan tetapi dianjurkan untuk dibakar (agar praktis) sehingga terjadi
pemangkasan siklus hara dalam ekosistem pertanian. Bahan sisa hasil
panen ataupun limbah organik lainnya harus dimanfaatkan atau
dikembalikan lagi ke lahan pertanian agar lahan pertanian kita dapat
lestari berproduksi sehingga sistem pertanian berkelanjutan dapat
terwujud.Teknik Budidaya Organik Teknik Budidaya merupakan bagian dari
kegiatan agribisnis harus berorientasi pada permintaan pasar. Paradigma
agribisnis : bukan Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan, tapi
Bagaimana menghasilkan produk yang dapat dipasarkan. Terkait dengan itu,
teknik budidaya harus mempunyai daya saing dan teknologi yang unggul.
Usaha budidaya organik tidak bisa dikelola asal-asalan, tetapi harus
secara profesional. Ini berarti pengelola usaha ini harus mengenal betul
apa yang dikerjakannya, mampu membaca situasi dan kondisi serta
inovatif dan kreatif. Berkaitan dengan pasar (market), tentunya usaha
agribisnis harus dilakukan dengan perencanaan yang baik dan berlanjut,
agar produk yang telah dikenal pasar dapat menguasai dan mengatur
pedagang perantara bahkan konsumen dan bukan sebaliknya.Teknik budidaya
organik
merupakan teknik budidaya yang aman, lestari dan mensejahterakan petani dan konsumen.
Berbagai sayuran
khususnya untuk dataran tinggi, yang sudah biasa dibudidayakan dengan
sistem pertanian organik, diantaranya : Kubis (Brassica oleraceae var.
capitata L.), Brokoli (Brassica oleraceae var. italica Plenk.), Bunga
kol (Brassica oleraceae var. brotritys.), Andewi (Chicorium endive),
Lettuce (Lactuca sativa), Kentang (Solanum tuberosum L.), Wortel.
(Daucus carota). Sayuran ini, mengandung vitamin dan serat yang cukup
tinggi disamping juga mengandung antioksidan yang dipercaya dapat
menghambat sel kanker. Semua jenis tanaman ini ditanam secara terus
menerus setiap minggu, namun ada juga beberapa jenis tanaman seperti
kacang merah (Vigna sp.), kacang babi (Ficia faba), Sawi (Brassica sp)
yang ditanam pada saat tertentu saja sekaligus dimanfaatkan sebagai
pupuk hijau dan pengalih hama. Ada juga tanaman lain yang ditanam untuk
tanaman reppelent (penolak) karena aromanya misalnya Adas. Dalam upaya
penyediaan media tanam yang subur, penggunaan pupuk kimia juga dikurangi
secara perlahan. Untuk memperkaya hara tanah, setiap penanaman brokoli
selalu diberi pupuk kandang ayam dengan dosis 20 ton/ha. Lahan bekas
tanaman brokoli selanjutmya dirotasi dengan tanaman wortel yang dalam
penanamannya tidak perlu lagi diberi pupuk kandang. Nantinya setelah
tanaman wortel dipanen atau 100 hari kemudian, lahan tersebut dapat
ditanami brokoli kembali. Pupuk OrganikPeningkatan mutu intensifikasi
selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang mempunyai
ketergantungan pada pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi
pada daerah-daerah intensifikasi padi.
Keadaan
ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak
negatif khususnya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu upaya
perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan
ramah lingkungan. Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk yang
melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan
berbagai dampak negatif terutama pencemaran air tanah dan lingkungan,
khususnya yang menyangkut unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen
(N) dan kalium (K). Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping
menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak
negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat
nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna
mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya
secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan. Efisiensi
penggunaan pupuk saat ini sudah menjadi suatu keharusan, karena industri
pupuk kimia yang berjumlah enam buah telah beroperasi pada kapasitas
penuh, sedangkan rencana perluasan sejak tahun 1994 hingga saat ini
belum terlaksana. Di sisi lain, permintaan pupuk kimia dalam negeri dari
tahun ke tahun terus meningkat, diperkirakan beberapa tahun mendatang
Indonesia terpaksa makin banyak mengimpor pupuk kimia. Upaya peningkatan
efisiensi telah mendapat dukungan kuat dari kelompok peneliti
bioteknologi berkat keberhasilannya menemukan pupuk organik yang dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Pengembangan industri
pupuk organik mempunyai prospek yang cerah dan menawarkan beberapa
keuntungan, baik bagi produsen, konsumen, maupun bagi perekonomian
nasional. Upaya pembangunan pertanian yang terencana dan terarah yang
dimulai sejak Pelita pertama tahun 1969, telah berhasil mengeluarkan
Indonesia dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi negara yang mampu
berswasembada beras pada tahun 1984. Namun di balik keberhasilan
tersebut, akhir-akhir ini muncul gejala yang mengisyaratkan
ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pupuk. Keadaan ini sangat
memberatkan petani, lebih-lebih dengan adanya kebijakan penghapusan
subsidi pupuk dan penyesuaian harga jual gabah yang tidak
berimbang.Beberapa penelitian yang menyangkut efisiensi penggunaan
pupuk, khususnya yang dilakukan oleh kelompok peneliti bioteknologi pada
beberapa tahun terakhir, sangat mendukung upaya penghematan penggunaan
pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan
daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dengan
menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan
pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan
mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul
akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan. Industri pupuk organik saat ini
mulai tumbuh dan berkembang, beberapa perusahaan yang bergerak dibidang
pupuk organik cukup banyak bermunculan, antara lain seperti ; PT
Trimitra Buanawahana Perkasa yang bekerjasama dengan PT Trihantoro Utama
bersama Pemda DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi yang saat ini akan mengolah
sampah kota DKI Jakarta, PT Multi Kapital Sejati Mandiri yang
bekerjasama dengan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan Pemda Kabupaten
Brebes Jawa Tengah yang mengolah sampah kota dan limbah perdesaan. PT
PUSRI selain memproduksi pupuk kimia, saat ini bersama PT Trihantoro
Utama dan Dinas Kebersihan Pemda DKI Jakarta juga memproduksi pupuk
organik. Sampah dan limbah organik diolah dengan menggunakan teknologi
modern dengan penambahan nutrien tertentu sehingga menghasilkan pupuk
organik yang berkualitas. Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk dan
dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara
nyata dikurangi. Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis
penggunaan pupuk konvensional sekaligus mengurangi biaya pemupukan telah
dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian, baik untuk tanaman pangan
(kedelai, padi, jagung, dan kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa
sawit, karet, kakao, teh, dan tebu) yang diketahui selama ini sebagai
pengguna utama pupuk konvensional (pupuk kimia). Lebih lanjut,
kemampuannya untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan terbukti
sejalan dengan kemampuannya menurunkan dosis penggunaan pupuk
kimia.Beberapa hasil penelitian di daerah Pati, Lampung, Magetan,
Banyumas, organik terbukti dapat menekan kebutuhan pupuk urea hingga 100
persen, TSP/SP36 hingga 50 persen, kapur pertanian hingga 50 persen.
Biaya yang dihemat mencapai Rp. 50.000/ha, sedangkan produksi kedelai
meningkat antara 2,45 hingga 57,48 persen. Keuntungan yang diperoleh
petani kedelai naik rata-rata p. 292.000/ha, terdiri dari penghematan
biaya pemupukan sebesar Rp. 50.000/ha, dan kenaikan produksi senilai Rp.
242.000/ha (Saraswati et al., 1998). Aplikasi pupuk organik yang
dikombinasikan dengan separuh takaran dosis standar pupuk kimia
(anorganik) dapat menghemat biaya pemupukan.
Pengujian lapang terhadap tanaman pangan (kentang, jagung, dan padi) juga menunjukkan hasil yang
menggembirakan, karena selain dapat menghemat biaya pupuk, juga dapat
meningkatkan produksi khususnya untuk dosis 75 persen pupuk kimia
(anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik (Goenadi et. al., 1998).
Pada kombinasi 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen
pupuk organik tersebut biaya pemupukan dapat dihemat sebesar 20,73
persen untuk tanaman kentang ; 23,01 persen untuk jagung ; dan 17,56
persen untuk padi. Produksi meningkat masing-masing 6,94 persen untuk
kentang, 10,98 persen untuk jagung, dan 25,10 persen untuk padi.
Penggunaan pupuk organik hingga 25 persen akan mengurangi biaya produksi
sebesar 17 hingga 25 persen dari total biaya produksi. Dengan adanya
diversifikasi produk dari pupuk organik ini maka prospek pengembangan
industri pupuk organik ke depan akan semakin menguntungkan sehingga
lahan pekerjaan baru akan semakin luas.Pengendalian Hama & Penyakit
yang Organik Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan
senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida.
Dilarangnya
penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah
satu penyebab rendahnya produksi. Di sisi lain, petani telah terbiasa
mengandalkan pestisida sintetik sebagai satu-satunya cara pengendalian
organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit tumbuhan.
Seperti diketahui, terdapat sekitar
10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai hama tanaman dan
sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab penyakit
dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida
sintetik untuk mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya
mudah, efektif dalam mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar.
Cara-cara lain dalam pengendalian OPT selain pestisida sintetik,
pestisida biologi dan pestisida botani antara lain yaitu cara
pengendalian menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara
fisik dan mekanis, dan cara kultur teknis.
Pestisida dapat berasal dari bahan alami dan dapat dari bahan buatan. Di samping itu, pestisida
dapat merupakan bahan organik maupun anorganik. Secara umum disebutkan
bahwa pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian yang
menghindarkan atau menolak penggunaan pupuk sintetis pestisida sintetis,
dan senyawa tumbuh sintetis. OPM versus IPMAda istilah yang juga
penting untuk diketahui yaitu Organik Pest Management (OPM), yaitu
pengelolaan hama dan penyakit menggunakan cara-cara organik. Selama ini
telah lama dikenal istilah Pengendalian Hama Terpadu atau Integrated
Pest Management (IPM). Persamaan diantara keduanya adalah bagaimana
menurunkan populasi hama dan patogen pada tingkat yang tidak merugikan
dengan memperhatikan masalah lingkungan dan keuntungan ekonomi bagi
petani. Walaupun demikian, ada perbedaan-nya yaitu bahwa pestisida
sintetik masih dimungkinkan untuk digunakan dalam PHT, walaupun
penggunaannya menjadi ‘bila perlu’.
‘Bila
perlu’ berarti bahwa aplikasi pestisida boleh dilakukan bila cara-cara
pengendalian lainnya sudah tidak dapat mengatasi OPT padahal OPT
tersebut diputuskan harus dikendalikan karena telah sampai pada ambang
merugikan. Bila dalam PHT masih digunakan pestisida sintetik, maka PHT
tidak dapat dimasukkan sebagai bagian dalam pertanian organik. Akan
tetapi, bila pestisida sintetik dapat diganti dengan pestisida alami,
yang kemudian disebut sebagai pestisida organik, atau cara pengendalian
lain non-pestisida maka PHT dapat diterapkan dalam pertanian organik.
Cara-Cara Pengendalian Non-Pestisida yang Aman LingkunganBanyak cara
pengendalian OPT selain penggunaan pestisida yang dapat digunakan dalam
pertanian organik. Salah satunya yaitu dengan menghindarkan adanya OPT
saat tanaman sedang dalam masa rentan. Cara menghindari OPT dapat
dilakukan dengan mengatur waktu tanam, pergiliran tanaman, mengatur
jarak tanam ataupun dengan cara menanam tanaman secara intercropping.
Selain itu, penggunaan varietas tahan merupakan suatu pilihan yang
sangat praktis dan ekonomis dalam mengendalikan OPT. Walaupun demikian,
penggunaan varietas yang sama dalam waktu yang berulang-ulang dengan
cara penanaman yang monokultur dalam areal yang relatif luas akan
mendorong terjadinya ras atau biotipe baru dari OPT tersebut. Cara fisik
dan mekanis dalam pengendalian OPT dapat dilakukan dengan berbagai
upaya, antara lain dengan sanitasi atau membersihkan lahan dari
sisa-sisa tanaman sakit atau hama. Selain itu, hama dapat diambil atau
dikumpulkan dengan tangan. Hama juga dapat diperangkap dengan senyawa
kimia yang disebut sebagai feromon, atau menggunakan lampu pada malam
hari. Hama juga dapat diusir atau diperangkap dengan bau-bauan lain
seperti bau bangkai, bau karet yang dibakar dan sebagai-nya.
Penggunaan mulsa plastik dan penjemuran tanah setelah diolah dapat menurunkan serangan penyakit tular tanah.
Hama
dapat pula dikendalikan dengan cara hanya menyemprotkan air dengan
tekanan tertentu atau dikumpulkan dengan menggunakan penyedot mekanis.
Pengendalian dengan cara biologi merupakan harapan besar untuk
pengendalian OPT dalam pertanian organik. Cara ini antara lain
menyang-kut penggunaan tanaman perangkap,
penggunaan
tanaman penolak (tanaman yang tidak disukai), penggunaan mulsa alami,
penggunaan kompos yang memungkinkan berkembangnya musuh alami dalam
tanah, dan penggunaan mikroba sebagai agen pengendali.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar